![]() |
FKSP Kongres VII 2014 |
Disusun oleh Bustamin Tato
Situasi Ekonomi dan Politik
Menutut
laporan baru-baru ini, system pendiidkan Indonesia adalah salah satu
pendidikan paling terburuk didunia. System pendidikan Indonesia terbesar
ke-empat didunia, namun dalam laporan Landmark dari 50 negara
pendidikan Indonesia peringkat terakhir. Bagi sebuah Negara yang sedang
mengalami pertumbuhan ekonomi 5% sampai 6% setiap tahunnya dan
digolongkan sebagai Negara berpenghasilan menengah oleh bank dunia. Itu
menyedihkan bahwa system pendidikan dan kemudian tidak ada manfaatnya
bagi kaum pemuda. Jadi kenapa peringkat pendidikan indonesia buruk?
Seperti halnya dengan Negara-negara berkembang yang masih mencari suatu
pijakan menuju demokrasi sehingga korupsi meningkat. Yang lebih tragis
lagi, dana pendidikannya ada tapi berakhir di kantong-kantong pengawai
negri (PNS) yang korup dan tidak tepat sasaran. 101 investigasi yang
dilakukan di East menyoroti beberapa fakta mengejutkan tentang sistem
pendidikan di Indonesia termasuk:
- Hanya sepertiga dari mahasiswa Indonesia di sebuah negara dimana 57 juta bersekolah lengkap sekolah dasar.
- Ahli pendidikan mengatakan kurang dari setengah guru di negara tersebut memiliki kualifikasi minimum untuk mengajar dengan baik dan ketidakhadiran guru berkisar di sekitar 20 persen. Banyak guru di SMU bekerja di luar kelas untuk meningkatkan pendapatan mereka.
- Indonesian Corruption Watch (ICW) mengklaim sangat sedikit sekolah negri yang bersih dari suap, penyuapan atau penggelapan dengan 40 persen dari anggaran tersedot sebelum sampai sasaran. Salah satu tanggapan pemerintah Indonesia terhadap temuan ini telah melakukan restrukturisasi kurikulum Indonesia, termasuk ilmu keguruan, geografi dan ENGLISH sampai siswa menghadiri sekolah menengah.
Untuk
Negara kemakmuran, yang terletak digaris geografis akan berada pada
garis depan ekonmi dunia dan kelihatannya membuat pilihan politik yang
membigungkan Apalagi sistem pendidikan di Indonesia tidak mendorong
independensi pemikiran kreatif tetapi lebih memfokuskan pada belajar
dengan hafalan. Disiplin yang ketat, dan perhatian yang sedikit, dan
banyak siswa yang diusir untuk apa di dunia Barat yang kita anggap
sedikit berperilaku buruk. Keberhasilan masa depan masyarakat dengan
demikian negara tergantung pada pemuda hari ini dan pendidikan yang
mereka akses. Dimanapun juga pendidikan lebih penting daripada
masyarakat miskin di dunia. Sistem pendidikan di tempat di Mentawai
ditandai dengan banyak fakta-fakta di atas . Seringkali sekolah ditutup
karena tidak ada guru untuk mengajar . sarana dan prasarana paling dasar
yang kurang. Buku sedikit dan terbatas, Teknologi tidak ada.
Kualifikasi guruh yang buruk. Dimasa depan kita harus bekerja keras
untuk mengubah itu. Sebuah menara komunikasi sedang dimasukkan ke dalam
di kota terdekat yang akan menyediakan akses internet. Dengan dana dari
penggalangan dana mendatang kami berharap untuk memasukkan koneksi
internet dan menyediakan dua komputer untuk digunakan sebagai sumber
pengajaran dan gaji untuk guru bahasa Inggris lokal yang tertarik untuk
menjadi bagian dari program ini dan termasuk budaya lokal Mentawai di
kelasnya. Menyediakan pemuda Katiet dan desa-desa sekitarnya dengan
akses ke pengetahuan dan informasi akan memberdayakan mereka untuk
memainkan peran dalam banyak perubahan daerah mereka yang akan
melihatnya selama beberapa tahun mendatang. Pemerintah local Mentawai
telah mengektensifkan daerah pantai disini untuk pengembangan wisata Ini
akan menjadi situasi yang menguntungkan bagi masyarakat setempat,
wisatawan dan lingkungan jika generasi mendatang lokal diinformasikan,
para pemimpin berpengetahuan luas mampu menjadi daya bagian itu.
Anggaran Pendidikan
Pemerintah
menetapkan anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp368,899 triliun
atau 20 persen dari total anggaran belanja negara. Adapun total anggaran
belanja negara sebesar Rp1.842,495 triliun. Penetapan ini
ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 14
November 2013 dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014. "Anggaran
belanja pendidikan ini, terdiri atas anggaran pendidikan melalui belanja
pemerintah pusat Rp130,279 triliun (tersebar di Kemdikbud Rp80,661
triliun, Kemenag Rp42,566 triliun, dan 16 Kementerian/Lembaga Rp7,051
triliun), anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar
Rp238,619 triliun," demikian seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa
(3/12/2013).
Dalam
anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah itu tercantum anggaran
untuk Bagian Anggaran Pendidikan yang diperkirakan dalam Dana Bagi Hasil
(DBH) Rp982,4822 miliar. Kemudian Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan
Rp10,041 triliun, Bagian Anggaran yang diperkirakan dalam Dana Alokasi
Umum (DAU) Rp135,644 triliun, Dana Tambahan Penghasilan Guru (DTPG) PNS
Daerah Rp1,853 triliun. Selanjutnya, tunjangan Profesi Guru Rp60,540
triliun, Bagian Anggaran dalam Otonomi Khusus Rp4,094 trilun, Dana
Insentif Daerah (DID) Rp1,387 triliun, dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) Rp24,074 triliun. Sekedar diketahui, Anggaran Pendapatan Negara
Tahun Anggaran 2014 adalah Rp1.667,140 triliun, sementara Anggaran
Belanja Negara sebesar Rp1.842,495 triliun, atau defisit Rp175,355
triliun (1,69%) (kampus.okezone.com). jika kita melihat anggaran belanja
negara untuk pendidikan dimana Negara mengalami defisit anggaran
sebesar Rp175,355 Triliun (1,69%) maka dari deficit anggaran itu akan
ditutupi dengan mengutang ke lembaga donor seperti WTO, WB, IMF, dan
Negara pendonor lainnya, padahal jika kita menkaji sumber daya alam
Indonesia yang sangat melimpah, maka alasan itu kita akan tolak mentah,
mari kita lihat perusahan tambang terbesar didunia yang ada di Indonesia
mengambil sumber daya alam Indonesia seperti perusahan mineral amerika
Exxon Mobil Oil, Caltex, Freeport (838.376,01/ton tembaga, emas
109.839,14/kg hasil produksi) (Sumber : www.igj.or.id)
dan Newmont dimana keuntungan yang didapat dari hasil produksi hanya
9,3%, belum lagi perusahan-perusahaan asing lainnya yang tidak kecil
keuntungan yang didapat dengan mengambil sumber daya alam Indonesia.
Situasi gerakan
Apa
yang terjadi dengan Leony, merupakan potret miris terhadap dunia
pendidikan Indonesia saat ini. Banyak kalangan yang menyebutkan bahwa
pangkal persoalan kasus Leony adalah keberadaan Ujian Nasional. Anggapan
tersebut bukan tanpa alasan. Menetapkan ujian nasional sebagai alat
ukur keberhasilan seorang siswa selama menempuh pendidikan, dianggap
sebagai bentuk praktek ketidakdilan sistem pendidikan. Negara melalui
Pemerintah tak ubahnya telah membangun kekerasan secara psikis terhadap
warganya, terkhusus kepada para siswa sekolah.
Standarisasi
evaluasi pendidikan melalui ujian nasional, justru berujung kepada
kekacauan pola penerapan sistem pendidikan. Dampaknya bisa ditebak,
siswa kian terbebani dengan keberadaan ujian nasional ini. Tak jarang
kita disuguhkan situasi dimana siswa terlihat stres mengerjakan soal
yang sulit, mencari jalan pintas dengan berharap bocaran soal, hingga
rasa khawatir tidak akan lulus. Hal tersebut justru menjadi pemicu para
siswa untuk melampiaskan kecemasannya dalam beragam bentuk. Dan salah
satunya bentuknya adalah dengan cara bunuh diri. Secara teoritik,
sejumlah keadaan psikologis dapat meningkatkan risiko bunuh diri, yang
meliputi keputusasaan, hilangnya kesenangan dalam hidup, depresi dan
kecemasan (Sumber : Wikipedia).
Dalam
sebuah kesempatan, menteri pendidikan dan kebudayaan, M.Nuh,
melontarkan pernyataan yang cenderung abai terhadap kasus bunuh diri
Leony akibat ujian nasional ini. Dari 4,1 juta peserta ujian nasional
tingkat SMP, yang bunuh diri tidak menunjukan angka yang signifikan.
Seraya berkelakar, jika ada satu kelas bunuh diri massal usai ujian
nasional, baru bisa dipikirkan ulang penyelenggaraan ujian nasional,
ujarnya (Sumber : Detiknews). Ini jelas merupakan
pernyataan yang memprihatinkan, apalagi diucapkan oleh seorang menteri.
Logikanya, untuk menyimpulkan bahwa sesuatu memiliki dampak buruk dan
berbahaya, tidak harus menunggu sampai jatuhnya banyak korban.
Menurut
data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sejak tahun 2004-2007,
jumlah siswa bunuh diri akibat ujian nasional sekitar 16 orang.
Sedangkan beberapa data media menyebutkan bahwa dalam kurun waktu
2008-2014, terdapat 7 orang pelajar yang bunuh diri. Ini berarti sejak
tahun 2004 hingga tahun 2014 saat ini, setidaknya terdapat 23 orang
pelajar yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri (Sumber : Tolak Ujian Nasional)
. Ini berarti telah terdapat satu kelas kecil yang telah memilih jalan
bunuh diri akibat rasa cemas dan stress yang secara langsung didapatkan
dari pelaksanaan ujian nasional. Apalagi istilah yang tepat
menggambarkan situasi ini, jika bukan kekerasan Negara terhadap dunia
pendidikan?
Disorientasi Pendidikan
Dalam
sebuah kesempatan lain, menteri pendidikan dan kebudayaan M.Nuh
menanggapi keluhan siswa mengenai materi soal ujian nasional yang
dianggap tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. Pada pelaksanaan
ujian nasional tingkat SMA beberapa waktu lalu misalnya, beberapa siswa
mengeluh kesulitan saat menjawab soal-soal yang diberikan. Kesulitan
materi soal ujian nasional itu bisa jadi tantangan untuk siswa. Kami
tidak ingin anak-anak menjadi manja, ujarnya (Sumber : Kompas).
Salah satu aspek yang menyebabkan tingkat kesulitan yang makin tinggi
adalah adanya penyesuain soal berdasarkan standarisasi internasional.
Seperti
kita ketahui, dalam soal ujian nasional baik tingkat SMA maupun SMP,
telah dilakukan penyesuain soal berdasarkan standar Trends in
Mathematics and Science Study (TIMS) dan Programme for International
Student Assessment (PISA) yang dikelola oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD), yakni sebuah organisasi yang
berpusat di Amerika Serikat. Walhasil, soal-soal didalam ujian nasional
makin sulit dikerjakan oleh para siswa, bahkan cenderung tidak pernah
didapatkan sama sekali semasa proses belajar. Disamping itu, pelaksanaan
ujian nasional yang berdasarkan standar nasional ini menimbulkan banyak
polemik.
Setidaknya
terdapat 2 (dua) polemik dari akibat penerapan standarisasi ujian
nasional, yang mengundang kritik dan kecaman dimana-mana. Pertama,
soal ujian nasional tingkat SMP, dianggap menjiplak soal yang
sebelumnya pernah diterbitkan Programme for International Student
Assessment (PISA). Terlebih lagi, baik kutipan soal maupun gambar, tidak
mencantumkan sumbernya. Padahal dalam gambar tersebut, sumber aslinya
menyatakan dilarang untuk diambil terkait hak cipta terhadap merek
Skysails (Sumber : Kompas). Ini jelas merupakan tindakan plagiat yang secara sengaja dilakukan oleh Pemerintah. Kedua,
pada soal ujian nasional tingkat SMA, terdapat soal yang ditengarai
berbau politis dengan menampilkan tokoh tertentu. Ini menandakan bahwa
soal-soal ujian nasional dibuat tidak berdasarkan standar internasional
sebab tidak melalui uji validasi dan kelayakan soal.
Kedua
polemik tersebut menandakan bahwa penataan sistem pendidikan kita
mengalami disorientasi atau kehilangan arah. Sejatinya, pendidikan yang
bertujuan mencerdaskan kehidupan Bangsa, kini tidak lebih dari momok
yang menakutkan. Pendidikan yang konon diarahkan untuk memenuhi standar
internasional, telah membuang prinsip kebutuhan Bangsa kita untuk
membangun masa depan generasinya yang jauh lebih baik. (www.herdi.web.id)
SMK Solusi Pemerintah Meretas Pengangguran?
Sekolah
Menengah Kejuruan(SMK) atau sering disebut sebagai pendidikan vokasi
yang ber-orientasi pada permintaan pasar industri yang membutuhkan
tenaga kerja yang ahli, sebenarnya dalam prinsip pembangunan pendidikan
vokasi ini merujuk pada salah satu tokoh pencetus pendidikan
vokasiFather of Vocational Education in the United States seorang
intelektual dari Negara Amerika Serikat Charles Allen Prosser dalam
Vocational Education in Democracy (1949) yang mencakup 16 butir prinsip
atau karakter pendidikan vokasi yang kemudian dicoba dilakukan oleh
pemerintah sekrang ini(Baca: Pendidikan Teknologi Kejuruan), dengan
mengurangi pendidikan umum dan memperbanyak sekolah menengah kejuruan
(SMK) dengan dalih banyaknya pengangguran dari pendidikan menengah atas
di karena-kan kurangnya skill lulusan dan tidak sesuainya kebutuhan
pasar industri dengan keahlian setiap lulusan sekolah menengah sehingga
tingkat penganguran meningkat. Alasan ini mungkin sebagian masyarakat
menganggapnya sebagai alasan yang masuk akal. Namun, kita juga harus
melihat bahwa kurangnya lapangan pekerjaan dan sistem pendidikan yang
dijalankan memang tidak cukup memadai, apalagi dengan mekanisme
pendidikan yang tidak menciptakan tenaga-tenaga ahli baik dalam
menciptakan alat yang menjadi kebutuhan dari pada masyarakat dan
tentunya sesuai dengan corak produksi masyarakat. Dari kesemuanya
pemerintahan neolib tidak akan pernah menjalankannya.
Berangkat
dari alasan pemerintah yang menyatakan bahwa meningkatnya pengangguran
itu disebabkan karena sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan pasar
industri, maka kebijakan mentri pendidikan dan kebudayaan terfokus pada
sekolah menengah kejuruan demi memenuhi kebutuhan pasar industri (tenaga
kerja). Namun, data tahun 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
jumlah pengangguran pada Agustus 2013 sebanyak7,39 juta orang. Sekitar
11,19% dari total tersebut atau sekitar 814 ribuorang, merupakan tamatan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sementara posisi kedua terbanyak
adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan 9,74% daritotal
pengangguran. Pengangguran dari tamatan ini terus meningkat dibandingkan
Agustus 2012 yang sebesar 9,6%. Kemudian pengangguran terbanyak
selanjutnya adalah tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,6%,
Diploma I/II/III dengan 6,01% dan universitas sebesar 5,5%. Pada posisi
terendah adalah 3,51%tingkat pendidikan SD ke bawah. "bagi “indonesia
saat ini, jumlah pengangguran lulusan SMK semakin banyak adalah semakin
baik”. (finance.detik.com)
Dari
serangkaian kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam meretas
pengangguran adalah bukan hal penting yang menjadi kebutuhan dari pada
pasar tenaga kerja, semakin banyak pengangguran maka semakin
ter-eksploitasi-nya tenaga kerja. Jadi, konsep meretas pengangguran
adalah mustahil dilakukan dengan sistem ketenaga kerjaan dan sasaran
kerja yang sulit dijangkau. Program pemerintah melalui mentri pendidikan
dan kebudayaan dengan menargetkan rasio pendidikan menengah kejuruan
dan pendidikan menengah umum berbanding 70:30, 70 % SMK dan 30 % SMU
sampaipada tahun 2014. Tapi, target tidak tercapai sampai batas waktu
yang telah ditentukan dan kemudian menurun menjadi 60:40 sampai 2014
tetapi, target itupun tidak tercapai sampai tahun 2014 sekarang ini.
Bagaimana dengan pendidikan dan pengangguran yang terpelihara ini?
(sumber: http://kp-sgmk.blogspot.com)
Kemunculan Gerakan-Gerakan Pelajar
Dari
bangunan ironi system pendidikan hari ini, suatu saat akan melahirka
ketidak puasan dikalangan masyarakat yang merasakan carut-marutnya
system pendidikan dalam hal ini adalah peserta didik (siswa, dan
mahasiswa) yang bersentuhan langsung dengan system itu. Dengan merunut
beberapa tahun belakangan ini, terapkannya system neoliberalisme di
Indonesia yang salah satu sasarannya adalah pendidikan kejenuhan peserta
didika sudah mulai terlihat dari system penindas yang sudah sangat
kompleks kita bisa melihat aksi massa yang dilakukan oleh para pelajar
yang ada dimakassar, dan di wajo yang kemudian menuntut kepala
sekolahnya untuk mundur dari jabatannya karena telah terbukti
menyelewengkan uang hasil pembayaran orang tua siswa.
Tetapi
tidak sedikit juga dari kalangan pelajar ini mengalami prustasi
aktivitas sehingga lahir suatu kondisi dimana pelajar dengan pelajar
dari seklah yang berbeda saling bentrok, nah kurangnya aktivitas
keorganisasian di internal pelajar, dan lebih mengutamakan kegiatan
belajar yang hasilnya membuat pisikologi peserta didik terganggu karena
merasa tertekan dan sangat cepat bereaksi ketika di ajak tauran karena
psikologi itu.
0 komentar:
Posting Komentar